Ilustrasi: Peneropongan hilal di Bosscha. | KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Oleh
M Zaid Wahyudi
JAKARTA, KOMPAS.com
- Pekan depan, Ramadhan 1434 Hijriah tiba. Umat Islam Indonesia
diperkirakan akan mengawali Ramadhan pada hari yang berbeda, yaitu
Selasa (9/7/2013) dan Rabu (10/7/2013). Namun, kemungkinan besar mereka
akan mengakhiri puasa dan merayakan Idul Fitri secara bersama-sama pada
Kamis, 8 Agustus.
Kondisi itu sama seperti Ramadhan tahun lalu.
Perbedaan muncul sebagai akibat penggunaan kriteria awal bulan dalam
kalender Hijriah yang berbeda, yaitu terbentuknya hilal (wujudul hilal)
dan terlihatnya hilal (rukyatul hilal). Perbedaan bukan sekadar akibat
penggunaan metode perhitungan (hisab) atau melihat (rukyat) hilal
semata.
”Beda kriteria ini bersumber dari perbedaan tafsir atas
dalil agama yang digunakan,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi
Bandung yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Pusat, Moedji Raharto, Rabu
(3/7/2013).
Kelompok yang mengawali Ramadhan pada Selasa
menggunakan kriteria terbentuknya hilal atau bulan sabit tipis pertama.
Kriteria ini digunakan berdasar perhitungan, tanpa mensyaratkan hilal
tersebut bisa dilihat atau dibuktikan keberadaannya.
Adapun
kelompok yang memulai Ramadhan pada Rabu, memakai kriteria terlihatnya
hilal, tidak cukup asal terbentuknya hilal. Pengamatan hilal dengan mata
atau teleskop dilakukan untuk membuktikan keberadaan hilal berdasar
perhitungan yang dilakukan sebelumnya.
Perbedaan kriteria itu,
kata Moedji, membuat sama atau berbedanya awal bulan Hijriah sangat
bergantung pada posisi Bulan. Posisi Bulan setiap menjelang awal bulan
Hijriah bersifat dinamis, tidak selalu sama.
Jika kesegarisan
Matahari-Bulan-Bumi yang juga disebut konjungsi (ijtimak) terjadi
menjelang terbenamnya Matahari, biasanya kedua kelompok pengguna
kriteria awal bulan yang berbeda itu akan mengawali awal bulan Hijriah
dengan berbeda.
Kondisi itulah yang terjadi pada Ramadhan kali
ini. Konjungsi yang menandai siklus bulan baru terjadi pada Senin
(8/7/2013), sekitar 3 jam sebelum Matahari terbenam untuk wilayah barat
daya Indonesia. Artinya, saat Matahari terbenam, hilal sudah terbentuk
tetapi akan sulit diamati karena dianggap Bulan ”belum cukup umur”.
Berdasar
pengalaman observasi hilal selama ini, belum cukupnya umur Bulan
membuat posisi hilal terlalu dekat Matahari. Ketinggiannya dari horizon
juga terlalu rendah dan ketebalan hilal sangat tipis. Semua kondisi itu
membuat hilal sulit diamati.
Dosen Pendidikan Fisika Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) yang juga anggota Tim Pengamat Hilal UPI,
Judhistira Aria Utama, mengatakan, selama kondisi atmosfer bersih, cuaca
mendukung dan menggunakan teleskop dengan perbesaran tertentu, tetap
ada peluang hilal teramati.
Namun, agar kesaksian melihat hilal
dalam kondisi Bulan belum cukup umur tersebut dapat diterima, kesaksian
itu harus didukung bukti autentik yang tepercaya.
”Selama ini,
laporan melihat hilal dalam umur Bulan yang sangat muda hanya berupa
laporan pandangan mata, tidak ada bukti citra atau foto yang mendukung
sehingga kesahihannya diragukan,” katanya.
Potensi salah melihat
obyek yang dianggap hilal, padahal bukan hilal, juga sangat mungkin
terjadi. Jika tidak cermat dan kurang terampil, pengamat bisa menyangka
planet atau awan terang sebagai hilal.
Kedua kelompok dengan
kriteria awal bulan berbeda itu kemungkinan besar akan mengakhiri
Ramadhan atau merayakan Lebaran bersama-sama. Idul Fitri 1 Syawal 1434
diperkirakan jatuh pada Kamis, 8 Agustus 2013.
Konjungsi awal
Syawal terjadi pada Rabu (7/8/2013) sekitar pukul 4 pagi. Akibatnya,
saat Matahari terbenam, hilal tidak hanya sudah terbentuk, tetapi sudah
”cukup umur”. Saat Matahari terbenam, Bulan sudah berumur lebih dari 13
jam sehingga ketinggiannya dari horizon dan jaraknya terhadap Matahari
sudah memungkinkan untuk dilihat.
Global
Perbedaan
penentuan awal Ramadhan dan Syawal ini bukan hanya terjadi di
Indonesia. Data Proyek Pengamatan Hilal Global (Islamic Crescent
Observation Project/ICOP) yang berisi laporan pengamatan hilal di
seluruh dunia menyebut 1 Ramadhan di Turki dan Amerika Serikat jatuh
pada Selasa (9/7/2013). Adapun di Oman, Ramadhan dimulai pada Rabu
(10/7/2013).
Dalam kalender Ummul Qura Pemerintah Arab Saudi,
berdasarkan data hisab, 1 Ramadhan diperkirakan jatuh pada Selasa.
Namun, ini masih menunggu kepastian dari hasil rukyat. Penentuan awal
bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah di Arab Saudi dilakukan dengan
melihat hilal. Namun, untuk sembilan bulan lain menggunakan kriteria
terbentuknya hilal.
Ketentuan Ramadhan di Arab Saudi tidak bisa serta-merta diterapkan di Indonesia. Posisi hilal berbeda-beda di tiap tempat.
Cara
serupa juga dilakukan di Indonesia. Melihat hilal hanya dilakukan untuk
tiga bulan yang terkait ibadah wajib. Namun untuk bulan-bulan lain,
digunakan kriteria Majelis Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan
Singapura (MABIMS) sebagai batas minimal hilal bisa dilihat dengan mata
telanjang.
Penyatuan
Upaya penyatuan
kriteria awal bulan Hijriah itu sudah lama dilakukan pemerintah. Namun,
hingga kini belum ada kesepakatan yang dicapai. Langkah nyata diperlukan
agar umat segera mendapat kepastian penanggalan.
Untuk
menyatukan kriteria awal bulan, butuh pemahaman yang sama tentang dalil
agama yang melandasinya. Setelah itu, dibutuhkan komitmen kuat untuk
membangun sistem kalender yang bisa diterima secara global dan berbasis
pada data ilmu pengetahuan yang kuat.
Sembari mendorong penyatuan
kriteria awal bulan Hijriah, para astronom dalam lingkup nasional dan
internasional terus bekerja mengajukan bukti-bukti autentik tentang
citra pengamatan hilal. Bukti yang diperoleh diharapkan mampu
memperbarui teknik perhitungan bulan yang dilakukan.
”Hisab dan rukyat harus saling mendukung, tidak perlu menghilangkan salah satunya,” kata Moedji.
Perhitungan
yang baik akan mendukung proses pengamatan. Sebaliknya, hasil
pengamatan yang baik akan memperbaiki presisi perhitungan.
Dari
pengalaman tahun lalu, perbedaan dalam mengawali Ramadhan tidak akan
menimbulkan gesekan sebesar jika perbedaan terjadi saat mengakhiri
Ramadhan, seperti pada Idul Fitri tahun 2011. Namun, itu tak dapat
dijadikan alasan untuk menunda penyatuan awal bulan Hijriah segera.
Setidaknya, potensi beda masih akan terjadi dalam penentuan awal
Ramadhan dan Idul Adha tahun 2014.
Editor : Yunanto Wiji Utomo